TAARUF
OLEH : MUHAMMAD RAMDAN
(AHWAL SYAKHSIYAH)
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
BAB
I
PENDAHULUAN
a) Latar
Belakang
Pada hakikatnya manusia itu adalah makhluk tuhan yang
paling sempurna. Dengan kata lain manusia juga bisa dikatakan sebagai makhuk sosial.
Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan adanya proses interaksi dengan
manusia yang lainnya. Melalui proses interaksi manusia dapat mengetahui dan
mengenal antar yang satu dengan yang lainnya. Di dalam ajaran Islam seorang muslim dituntut
untuk saling mengenal, karena dengan perkenalan dapat melahirkan berbagai
manfaat, diantaranya melalui perkenalan dapat menempuh jalan menuju kebahagiaan.
Di
zaman modernisasi ini, kebutuhan manusia semakin meningkat dan tekhnologi
semakin canggih. Diperlukan adanya proses penyesuaian budaya kehidupan manusia
dengan zaman khususnya dalam bidang ilmu komunikasi melalui teknologi tersebut. Ilmu komunikasi berperan sebagai sebuah jalan
untuk melangsungkan kehidupan manusia. Karena berbagai kebutuhan manusia pada
saat ini rata-rata menggunakan tekhnologi. Akibat dari berkembangnya zaman maka
media untuk berkomunikasi pun memilki perubahan. Mereka tidak lagi menggunakan
media pertemuan secara langsung. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman maka
banyak media yang dapat mempermudah berlangsungnya komunikasi antara sesama
manusia. Diantaranya melalui jaringan internet, facebook, twitter, dsb.
Oleh
karena itu perlu adanya selektifitas dalam diri manusia untuk menggunakan
tekhnologi. Karena apabila manusia tidak bisa menggunakan tekhnologi dengan
baik maka hasilnya pun tidak akan baik begitupun jika sebaliknya.
b) Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian Ta’aruf
2. Khalwat
dan hukumnya
3. Hukum
komunikasi secara langsung atau (face to face)
4.
Hukum komunikasi via media telepon/Surat/SMS/Facebook
c)
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian Ta’aruf
2.
Untuk
mengetahui Khalwat dan hukumnya
3.
Untuk
mengetahui hukum komunikasi secara langsung (face
to face)
4.
Untuk
mengetahui hukum komunikasi via Media Telepon/Surat/SMS/Facebook
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ta’aruf
Ta’aruf secara bahasa merupakan isim masdar
yang berasal dari bahasa arab ta’arafa –yata’arofu- ta’aarufan diartikan
sebagai saling mengetahui atau saling mengenal. Adapun pengertian ta’aruf
secara istilah adalah upaya untuk saling mengetahui dan mengenal keadaan
seseorang secara jelas,, baik yang menyangkut kepribadian maupun keadaan
keluarga dengan tidak keluar dari hukum-hukum syara yang telah di tetapkan.
Dalam kehidupan keseharian remaja
zaman modern seperti ini, kadangkala mereka salah mengaplikasikan ta’aruf tersebut.
Padahal ta’aruf itu ditujukan kepada seluruh umat manusia dan memiilki tujuan
yang baik dan tidak keluar dari aturan syara’. Sebagai makhluk Allah Swt hendaknya kita dapat mengenal lebih dalam
terhadap sesama manusia dalam segi apapun. Dengan melakukan ta’aruf maka manusia bisa mengenal lebih dekat semua
manusia di muka bumi tanpa terkecuali. Mengenal mereka adalah upaya untuk
saling mengetahui dan memahami sehingga terjalin hubungan yang harmonis dan
saling menguntungkan antara sesama manusia. Tak ada prasangka, iri, benci, dan
dendam yang menghantui sehingga bisa menghancurkan diri sendiri dan orang lain.
Sebagaimana Allah Swt berfirman :
$pkr'¯»t
â¨$¨Z9$#
$¯RÎ)
/ä3»oYø)n=yz
`ÏiB
9x.s
4Ós\Ré&ur
öNä3»oYù=yèy_ur
$\/qãèä©
@ͬ!$t7s%ur
(#þqèùu$yètGÏ9
4
¨bÎ)
ö/ä3tBtò2r&
yYÏã
«!$#
öNä39s)ø?r&
4
¨bÎ)
©!$#
îLìÎ=tã
×Î7yz
ÇÊÌÈ
“Hai manusia,
Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.” (Q.S Al-Hujurat ayat 13)
B. Hukum Khalwat
Khalwat adalah seorang laki-laki berada bersama
perempuan yang bukan mahramnya dan tidak ada orang ketiga bersamanya. [1]. Khalwat adalah
perkara yang diharamkan dalam agama Islam, sebagaimana yang ditunjukkan oleh
dalil-dalil sebagai berikut:
wur (#qç/tø)s? #oTÌh9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$yur WxÎ6y ÇÌËÈ
32. Dan janganlah kamu
mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan
suatu jalan yang buruk. (Q.S. Al-Israa’ ayat 32)
$pkr'¯»t ÓÉ<¨Z9$# @è% y7Å_ºurøX{ y7Ï?$uZt/ur Ïä!$|¡ÎSur tûüÏZÏB÷sßJø9$# úüÏRôã £`Íkön=tã `ÏB £`ÎgÎ6Î6»n=y_ 4 y7Ï9ºs #oT÷r& br& z`øùt÷èã xsù tûøïs÷sã 3 c%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇÎÒÈ
59. Hai nabi, Katakanlah
kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh
mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena
itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Q.S.Al-Ahzab ayat 59).
[1232] Jilbab
ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.
@è% úüÏZÏB÷sßJù=Ïj9 (#qÒäót ô`ÏB ôMÏdÌ»|Áö/r& (#qÝàxÿøtsur óOßgy_rãèù 4 y7Ï9ºs 4s1ør& öNçlm; 3 ¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqãèoYóÁt ÇÌÉÈ
30. Katakanlah kepada
orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka p erbuat". (Q.S.
An-Nuur ayat 30)
Satu : Hadits Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma riwayat Bukhari, Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa ‘alâ âlihi wasallam berkata:
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ
بِامْرَأَةٍ إِلَّا مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ
امْرَأَتِيْ خَرَجَتْ حَاجَّةً وَاكْتُتِبْتُ فِيْ غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ
ارْجِعْ فَحَجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ.
“Janganlah seorang laki-laki ber-khalwat dengan
perempuan kecuali bersama mahramnya. Maka berdirilah seorang lelaki lalu
berkata: “Wahai Rasulullah, istriku keluar untuk haji dan saya telah terdaftar
di perang ini dan ini.” Beliau berkata: “Kembalilah engkau, kemudian berhajilah
bersama istrimu.”
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathur Bari (4/ 32–87):
“Hadist ini menunjukkan pengharaman khalwat antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan yang tidak semahram, dan hal ini disepakati
oleh para ‘ulama dan tidak ada khilaf di dalamnya.”
Dua: Nabi shallallâhu
‘alaihi wa ‘alâ âlihi wasallam bersabda:
لَا
يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ.
“Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan
perempuan karena yang ketiga bersama mereka adalah syaithan.” [2]
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni 9/490 setelah
tentang disyari’atkannya melihat kepada perempuan yang dipinang, beliau
menjelaskan beberapa hukum yang berkaitan dengannya, di antaranya beliau
berkata: “Dan tidak boleh ber-khalwat dengannya karena khalwat adalah
haram dan tidak ada dalam syari’at (pembolehan) selain dari melihat karena
dengan khalwat itu tidak ada jaminan tidak terjatuh ke dalam
hal yang terlarang.”
Empat: Hadist Jabir yang
dikeluarkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ
âlihi wasallam bersabda:
أَلَا لَا يَبِيْتَنَّ رَجُلٌ عِنْدَ امْرَأَةٍ ثَيِّبٍ إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki bermalam di tempat seorang janda
kecuali ia telah menjadi suaminya atau sebagai mahramnya.”
Imam An Nawawi berkata dalam Syarah
Shahîh Muslim (14/153)[3]: “Hadits ini dan
hadits-hadits yang lainnya menunjukan bahwa haramnya bekhalwat dengan perempuan
ajnabiyah (bukan mahram) dan (menunjukkan) bolehnya ber-khalwat dengan
siapa yang merupakan mahramnya. Dan dua perkara ini disepakati (dikalangan para
‘ulama,.).”
Dan perlu diketahui bahwa pengharaman khalwat tersebut
adalah berlaku umum, baik itu dirumah maupun diluar rumah serta tempat yang
lainnya.[4]
C. Hukum
komunikas secara langsung atau (face to face)
Setelah dijabarkan di atas tentang larangan
berkhalwat disini akan dijelaskan pembahasan tentang bagaimana hukum komunikasi
secara langsung atau face to face.
Komunikasi face to face sebenarnya tidak ada
larangan, selama tidak ada niat kepada hal-hal yang bisa merujuk kepada
syahwat. Misal, pertemuan pria dan wanita di tempat yang ramai dengan tujuan
mereka hanya ingin menjalin tali silaturahim atau juga hanya menanyakan hal-hal
baik.
Ada juga beberapa
adab-adab yang tidak boleh dilupakan jika berkomunikasi secara langsung atau face
to face misal:
·
Menjaga pandangan yang
bisa menjatuhkan kita kedalam perbuatan mungkar
Sebagaimana Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu
bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
العَيْنَانِ تَزْنِيَانِ وَزِنَاهُمَ النَّظْرُ
“Dua mata berzina, dan zina keduanya adalah pandangan
·
Menjaga topik pembicaraan
dengan membicarakan hal yang positif dan tidak mengundang syahwat.
Dalam
sejarah kita lihat bahwa isteri-isteri Rasulullah SAW berbicara dengan
para sahabat, ketika menjawab pertanyaan yang mereka ajukan tentang hukum
agama. Bahkan ada antara isteri Nabi SAW yang menjadi guru para sahabat selepas
wafatnya baginda yaitu Sayyidatina Aisyah RA.
Dalam
hal ini, Allah SWT berfirman :
uuä!$|¡ÏY»t ÄcÓÉ<¨Z9$# ¨ûäøó¡s9 7tnr'2 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4 ÈbÎ) ¨ûäøøs)¨?$# xsù z`÷èÒørB ÉAöqs)ø9$$Î/ yìyJôÜusù Ï%©!$# Îû ¾ÏmÎ7ù=s% ÖÚttB z`ù=è%ur Zwöqs% $]ùrã÷è¨B ÇÌËÈ
“Hai isteri-isteri nabi, kamu sekalian
tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu
tunduk[5] dalam berbicara
sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya[6] dan ucapkanlah
perkataan yang baik.” (Q.S. Al-Ahzab Ayat 32)
Imam
Qurtubi menafsirkan kata 'Takhdha'na'
(tunduk) dalam ayat di atas dengan arti lainul qaul (melembutkan
suara) yang memberikan rasa ikatan dalam hati. Yaitu menarik hati orang yg
mendengarnya atau membacanya adalah dilarang dalam agama kita.
D. Hukum komunikasi via media telepon/Surat/SMS/Facebook
Di
zaman modernisasi seperti ini manusia berkembang dalam berbagai segi, seperti
halnya dalam hal ilmu, tekhnologi, dsb.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa alat komunikasi semakin
canggih. Komunikasi dengan telepon, surat maupun tulisan merupakan hal yang
lumrah. Akan tetapi sesuai dengan keadaan zaman alat komunikasi bertambah
diantaranya komunikasi melalui jaringan internet atau yang lebih dikenal dengan
'chatting' baru muncul dan popular beberapa tahun terakhir. Yaitu, tepatnya
setelah ditemui jaringan internet. Karena itu dalam kitab-kitab ulama terdahulu
khususnya buku fiqh, istilah ini tidak akan ditemui. Namun asas bagi hukum
'chatting' ini sebenarnya sudah dibahas oleh ulama, jauh sebelum jaringan
internet ditemukan.
Kata 'Chatting'
dengan lawan jenis yang bukan mahram sama halnya dengan berbicara melalui
telepon, SMS, dan berkiriman surat. Semuanya memiliki persamaan. Yaitu
sama-sama berbicara antara lawan jenis yang bukan mahram namun melalui media
yang berbeda. Persamaan ini juga mengandung adanya persamaan hukum.
Karena itu, ada dua perkara berkaitan yang perlu kita bahas sebelum kita
lebih jauh membicarakan hukum 'chatting' itu sendiri.
·
Pertama,
adalah hukum bicara dengan lawan jenis yang bukan mahram.
·
Kedua,
adalah hukum khalwat.
Berbicara
antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram pada dasarnya tidak dilarang
apabila pembicaraan itu memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh
syara'. Seperti pembicaraan yang mengandung unsur kebaikan, menjaga adab-adab
kesopanan, tidak menyebabkan fitnah dan tidak khalwat.
Begitu
jika hal yang penting atau berhajat umpamanya dalam hal jual beli, kebakaran,
sakit dan seumpamanya maka tidaklah haram.Artinya pembicaraan yang dilarang
adalah pembicaraan yang menyebabkan fitnah seperti dengan melembutkan suara.
Termasuk di sini adalah kata-kata yang diungkapkan dalam bentuk tulisan. Karena
dengan tulisan seseorang juga bisa mengungkapkan kata-kata yang menyebabkan
seseorang merasakan hubungan istimewa, kemudian menimbulkan keinginan yang
tidak baik. Termasuk juga dalam melembutkan suara adalah
kata-kata atau isyarat yang mengandung kebaikan, namun ia boleh menyebabkan
fitnah. Yaitu dengan cara dan bentuk yang menyebabkan timbulnya perasaan khusus
atau keinginan yang tidak baik pada diri lawan bicara yang bukan mahram. Baik
dengan suara ataupun melalui tulisan. Jika ada
unsur-unsur demikian ia adalah dilarang meskipun pembicara itu mempunyai niat
yang baik atau niatnya biasa-biasa saja. Khalwat bukan saja dengan duduk berduaan akan tetapi
berbual-bual melalui telepon di luar keperluan syar'i juga dikira
berkhalwat. Karena mereka sepi dari kehadiran orang lain, meskipun fisikal
mereka tidak berada dalam satu tempat. Namun melalui telepon mereka lebih bebas
membicarakan apa saja selama berjam-jam tanpa merasa dikawal oleh orang lain.
Dan haram juga ialah perkara-perkara syahwat yang membangkitkan
hawa nafsu contohnya yang berlaku pada kebanyakkan muda-mudi atau remaja-remaja
sekarang dimana sms atau email atau Facebook atau seumpamanya menjadi alat
untuk memadu kasih yang memuaskan nafsu di antara pasangan dan masing-masing
melunaskan keinginan dan kemauan semata-mata. Membincangkan
perkara-perkara lucu lebih-lebih lagi hukumnya adalah haram. Dengan kata lain maka itu diperbolehkan sesuai keperluan.
Tentunya dengan syarat-syarat yang sudah kita jelaskan di atas. Di sinilah
menuntut kejujuran kita kpd Allah SWT dalam mengukur sejauhmana urusan
kita itu dan satu keperluan atau mengikut nafsu semata-mata. Dan kejujuran itu
pula bergantung sejauhmana iman kita kepada Allah SWT. Jika muraqabatillah kita
kuat (yakni merasa diri senantiasa dalam pandangan Allah), maka itu yang akan
menjadi pengawal kita. Jika tidak maka kita akan hanyut bersama orang-orang
yang terpedaya dengan teknologi modern ini.
Dalam
hal ini yang merupakan objek khalwat paling utama terdapat pada posisi wanita.
Karena melalui media komunikasi manusia dapat mengaplikasikan dirinya semaunya
tanpa memandang etika, norma, dan agama.
Internet
adalah media yang berkembang dan sangat baik untuk digunakan. Dengan internet
kebutuhan manusia dapat terlaksana dengan mudah dan praktis. Akan tetapi
tergantung kepada kita apabila kita tak dapat menggunakan dengan baik maka akan
terjerumus ke dalam hal yang tidak baik.
BAB
III
PENUTUP
E. Kesimpulan
Sebagai warga Negara yang berkembang hendaknya kita
dapat menggunakan ilmu, dan tekhnologi
dengan baik. Diperlukan adanya perhatian yang lebih terhadap diri pribadi
menanggapi kemajuan tekhnologi saat ini. Karena khususnya komunikasi melalui
tekhologi dapat merusak moral anak bangsa. Hal itu merupakan faktor yang sangat
penting dalam kehidupan manusia, terutama sebagai warga Negara yang menganut
ajaran Islam.
Berkomunikasi antar manusia sangatlah urgent dalam
keberlangsungan hidup manusia. Akan tetapi sebagai muslim hendaknya
berkomunikasi sesuai dengan norma dan ajaran Islam. Karena seringkali melalui
media komunikasi manusia lupa terhadap ajaran agama yang dianutnya sehingga
mereka bertingkah semaunya tanpa melihat dan menyesuaikan status pribadinya
sebagai muslim. Oleh karena itu kita sebagai umat Islam seharusnya mengerti
dalam menggunakan media komunikasi apapun, sesuai dengan norma dan aturan yang
telah ditetapkan dalam hukum syara’.
Bagan Pembahasan
DAFTAR PUSTAKA
Al Mufashshal Fî Ahkâmil
Mar’ah (3/ 422).
Al
Mar’atul Muslimah Baina Ijtihâdil Fuqahâ’ wa Mumârasât Al Muslimîn hal.
111)
Ash Shahîhah no. 430
Dalam Syarah Shahîh
Muslim (14/153)
Fathul Bari 9/332 karya Al
Hafizh Ibnu Hajar dan Syarah Shahîh Muslim karya Imam An Nawawi 14/154.
Syarah Shahîh Muslim 14/154.
[1]Al Mar’atul Muslimah
Baina Ijtihâdil Fuqahâ’ wa Mumârasât Al Muslimîn hal. 111)
[5] tunduk di sini ialah berbicara dengan sikap yang menimbulkan keberanian
orang bertindak yang tidak baik terhadap mereka.
[6] yang dimaksud dengan dalam hati mereka ada penyakit ialah: orang yang
mempunyai niat berbuat serong dengan wanita, seperti melakukan zina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar