Jumat, 15 Juli 2016

MAKALAH TAARUF




TAARUF

OLEH : MUHAMMAD RAMDAN 
(AHWAL SYAKHSIYAH)
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
BAB I
PENDAHULUAN

a)      Latar Belakang
            Pada hakikatnya manusia itu adalah makhluk tuhan yang paling sempurna. Dengan kata lain manusia juga bisa dikatakan sebagai makhuk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan adanya proses interaksi dengan manusia yang lainnya. Melalui proses interaksi manusia dapat mengetahui dan mengenal antar yang satu dengan yang lainnya.  Di dalam ajaran Islam seorang muslim dituntut untuk saling mengenal, karena dengan perkenalan dapat melahirkan berbagai manfaat, diantaranya melalui perkenalan dapat menempuh jalan menuju  kebahagiaan.
Di zaman modernisasi ini, kebutuhan manusia semakin meningkat dan tekhnologi semakin canggih. Diperlukan adanya proses penyesuaian budaya kehidupan manusia dengan zaman khususnya dalam bidang ilmu komunikasi melalui teknologi tersebut.  Ilmu komunikasi berperan sebagai sebuah jalan untuk melangsungkan kehidupan manusia. Karena berbagai kebutuhan manusia pada saat ini rata-rata menggunakan tekhnologi. Akibat dari berkembangnya zaman maka media untuk berkomunikasi pun memilki perubahan. Mereka tidak lagi menggunakan media pertemuan secara langsung. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman maka banyak media yang dapat mempermudah berlangsungnya komunikasi antara sesama manusia. Diantaranya melalui jaringan internet, facebook, twitter, dsb.
Oleh karena itu perlu adanya selektifitas dalam diri manusia untuk menggunakan tekhnologi. Karena apabila manusia tidak bisa menggunakan tekhnologi dengan baik maka hasilnya pun tidak akan baik begitupun jika sebaliknya.









b)     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Ta’aruf
2.      Khalwat dan hukumnya
3.      Hukum komunikasi secara langsung atau (face to face)
4.      Hukum komunikasi via media telepon/Surat/SMS/Facebook

c)      Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian Ta’aruf
2.      Untuk mengetahui Khalwat dan hukumnya
3.      Untuk mengetahui hukum komunikasi secara langsung (face to face)
4.      Untuk mengetahui hukum komunikasi via Media Telepon/Surat/SMS/Facebook



















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ta’aruf
Ta’aruf secara bahasa merupakan isim masdar yang berasal dari bahasa arab ta’arafa –yata’arofu- ta’aarufan diartikan sebagai saling mengetahui atau saling mengenal. Adapun pengertian ta’aruf secara istilah adalah upaya untuk saling mengetahui dan mengenal keadaan seseorang secara jelas,, baik yang menyangkut kepribadian maupun keadaan keluarga dengan tidak keluar dari hukum-hukum syara yang telah di tetapkan.
Dalam kehidupan keseharian remaja zaman modern seperti ini, kadangkala mereka salah mengaplikasikan ta’aruf tersebut. Padahal ta’aruf itu ditujukan kepada seluruh umat manusia dan memiilki tujuan yang baik dan tidak keluar dari aturan syara’. Sebagai makhluk Allah Swt hendaknya kita dapat mengenal lebih dalam terhadap sesama manusia dalam segi apapun. Dengan melakukan ta’aruf  maka manusia bisa mengenal lebih dekat semua manusia di muka bumi tanpa terkecuali. Mengenal mereka adalah upaya untuk saling mengetahui dan memahami sehingga terjalin hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan antara sesama manusia. Tak ada prasangka, iri, benci, dan dendam yang menghantui sehingga bisa menghancurkan diri sendiri dan orang lain.
Sebagaimana Allah Swt berfirman :
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S Al-Hujurat ayat 13)

B.     Hukum Khalwat
Khalwat adalah seorang laki-laki berada bersama perempuan yang bukan mahramnya dan tidak ada orang ketiga bersamanya. [1]. Khalwat adalah perkara yang diharamkan dalam agama Islam, sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil-dalil sebagai berikut:
Ÿwur (#qç/tø)s? #oTÌh9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$yur WxÎ6y ÇÌËÈ
32.  Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (Q.S. Al-Israa’ ayat 32)

$pkšr'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# @è% y7Å_ºurøX{ y7Ï?$uZt/ur Ïä!$|¡ÎSur tûüÏZÏB÷sßJø9$# šúüÏRôム£`ÍköŽn=tã `ÏB £`ÎgÎ6Î6»n=y_ 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& br& z`øùt÷èムŸxsù tûøïsŒ÷sム3 šc%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇÎÒÈ
59.  Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S.Al-Ahzab ayat 59).
[1232]  Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.

@è% šúüÏZÏB÷sßJù=Ïj9 (#qÒäótƒ ô`ÏB ôMÏd̍»|Áö/r& (#qÝàxÿøtsur óOßgy_rãèù 4 y7Ï9ºsŒ 4s1ør& öNçlm; 3 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqãèoYóÁtƒ ÇÌÉÈ
30.  Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka p erbuat". (Q.S. An-Nuur ayat 30)


Satu : Hadits Ibnu Abbaradhiyallahu ‘anhuma riwayat Bukhari, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wasallam berkata:
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ امْرَأَتِيْ خَرَجَتْ حَاجَّةً وَاكْتُتِبْتُ فِيْ غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ ارْجِعْ فَحَجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ.
“Janganlah  seorang laki-laki ber-khalwat dengan perempuan kecuali bersama mahramnya. Maka berdirilah seorang lelaki lalu berkata: “Wahai Rasulullah, istriku keluar untuk haji dan saya telah terdaftar di perang ini dan ini.” Beliau berkata: “Kembalilah engkau, kemudian berhajilah bersama istrimu.”
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathur Bari (4/ 32–87): “Hadist ini menunjukkan pengharaman khalwat antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang tidak semahram, dan hal ini disepakati oleh para ‘ulama dan tidak ada khilaf di dalamnya.”
Dua: Nabi shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wasallam bersabda:
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ.
“Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan perempuan karena yang ketiga bersama mereka adalah syaithan.” [2]
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni 9/490 setelah tentang disyari’atkannya melihat kepada perempuan yang dipinang, beliau menjelaskan beberapa hukum yang berkaitan dengannya, di antaranya beliau berkata: “Dan tidak boleh ber-khalwat dengannya karena khalwat adalah haram dan tidak ada dalam syari’at (pembolehan) selain dari melihat karena dengan khalwat itu tidak ada jaminan tidak terjatuh ke dalam hal yang terlarang.”
Empat: Hadist Jabir yang dikeluarkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wasallam bersabda:

أَلَا لَا يَبِيْتَنَّ رَجُلٌ عِنْدَ امْرَأَةٍ ثَيِّبٍ إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَمٍ  

“Janganlah seorang laki-laki bermalam di tempat seorang janda kecuali ia telah menjadi suaminya atau sebagai mahramnya.”
Imam An Nawawi berkata dalam Syarah Shahîh Muslim (14/153)[3]: “Hadits ini dan hadits-hadits yang lainnya menunjukan bahwa haramnya bekhalwat dengan perempuan ajnabiyah (bukan mahram) dan (menunjukkan) bolehnya ber-khalwat dengan siapa yang merupakan mahramnya. Dan dua perkara ini disepakati (dikalangan para ‘ulama,.).”
Dan perlu diketahui bahwa pengharaman khalwat tersebut adalah berlaku umum, baik itu dirumah maupun diluar rumah serta tempat yang lainnya.[4]
C.     Hukum komunikas secara langsung atau (face to face)
Setelah dijabarkan di atas tentang larangan berkhalwat disini akan dijelaskan pembahasan tentang bagaimana hukum komunikasi secara langsung atau face to face.
Komunikasi face to face sebenarnya tidak ada larangan, selama tidak ada niat kepada hal-hal yang bisa merujuk kepada syahwat. Misal, pertemuan pria dan wanita di tempat yang ramai dengan tujuan mereka hanya ingin menjalin tali silaturahim atau juga hanya menanyakan hal-hal baik.
 Ada juga beberapa adab-adab yang tidak boleh dilupakan jika berkomunikasi secara langsung atau face to face misal:

·         Menjaga pandangan yang bisa menjatuhkan kita kedalam perbuatan mungkar
Sebagaimana Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

العَيْنَانِ تَزْنِيَانِ وَزِنَاهُمَ النَّظْرُ
“Dua mata berzina, dan zina keduanya adalah pandangan
·         Menjaga topik pembicaraan dengan membicarakan hal yang positif dan tidak mengundang syahwat.

Dalam sejarah kita lihat bahwa isteri-isteri Rasulullah SAW berbicara dengan para sahabat, ketika menjawab pertanyaan yang mereka ajukan tentang hukum agama. Bahkan ada antara isteri Nabi SAW yang menjadi guru para sahabat selepas wafatnya baginda yaitu Sayyidatina Aisyah RA.

Dalam hal ini, Allah SWT berfirman :

uuä!$|¡ÏY»tƒ ÄcÓÉ<¨Z9$# ¨ûäøó¡s9 7tnr'Ÿ2 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4 ÈbÎ) ¨ûäøøs)¨?$# Ÿxsù z`÷èŸÒøƒrB ÉAöqs)ø9$$Î/ yìyJôÜuŠsù Ï%©!$# Îû ¾ÏmÎ7ù=s% ÖÚttB z`ù=è%ur Zwöqs% $]ùrã÷è¨B ÇÌËÈ  
Hai isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk[5] dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya[6] dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Q.S. Al-Ahzab Ayat 32)

Imam Qurtubi menafsirkan kata  'Takhdha'na'  (tunduk) dalam ayat di atas dengan arti lainul qaul (melembutkan suara) yang memberikan rasa ikatan dalam hati. Yaitu menarik hati orang yg mendengarnya atau membacanya adalah dilarang dalam agama kita.

D.    Hukum komunikasi via media telepon/Surat/SMS/Facebook

Di zaman modernisasi seperti ini manusia berkembang dalam berbagai segi, seperti halnya dalam hal ilmu, tekhnologi, dsb.  Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa alat komunikasi semakin canggih. Komunikasi dengan telepon, surat maupun tulisan merupakan hal yang lumrah. Akan tetapi sesuai dengan keadaan zaman alat komunikasi bertambah diantaranya komunikasi melalui jaringan internet atau yang lebih dikenal dengan 'chatting' baru muncul dan popular beberapa tahun terakhir. Yaitu, tepatnya setelah ditemui jaringan internet. Karena itu dalam kitab-kitab ulama terdahulu khususnya buku fiqh, istilah ini tidak akan ditemui. Namun asas bagi hukum 'chatting' ini sebenarnya sudah dibahas oleh ulama, jauh sebelum jaringan internet ditemukan.

Kata 'Chatting' dengan lawan jenis yang bukan mahram sama halnya dengan berbicara melalui telepon, SMS, dan berkiriman surat. Semuanya memiliki persamaan. Yaitu sama-sama berbicara antara lawan jenis yang bukan mahram namun melalui media yang berbeda. Persamaan ini  juga mengandung adanya persamaan hukum. Karena itu, ada dua perkara berkaitan yang perlu kita bahas sebelum kita lebih jauh membicarakan hukum 'chatting' itu sendiri.

·         Pertama, adalah hukum bicara dengan lawan jenis yang bukan mahram.

·         Kedua, adalah hukum khalwat.

Berbicara antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram pada dasarnya tidak dilarang apabila pembicaraan itu memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh syara'. Seperti pembicaraan yang mengandung unsur kebaikan, menjaga adab-adab kesopanan, tidak menyebabkan fitnah dan tidak khalwat.
Begitu jika hal yang penting atau berhajat umpamanya dalam hal jual beli, kebakaran, sakit dan seumpamanya maka tidaklah haram.Artinya pembicaraan yang dilarang adalah pembicaraan yang menyebabkan fitnah seperti dengan melembutkan suara. Termasuk di sini adalah kata-kata yang diungkapkan dalam bentuk tulisan. Karena dengan tulisan seseorang juga bisa mengungkapkan kata-kata yang menyebabkan seseorang merasakan hubungan istimewa, kemudian menimbulkan keinginan yang tidak baik. Termasuk juga dalam melembutkan suara adalah kata-kata atau isyarat yang mengandung kebaikan, namun ia boleh menyebabkan fitnah. Yaitu dengan cara dan bentuk yang menyebabkan timbulnya perasaan khusus atau keinginan yang tidak baik pada diri lawan bicara yang bukan mahram. Baik dengan suara ataupun melalui tulisan. Jika ada unsur-unsur demikian ia adalah dilarang meskipun pembicara itu mempunyai niat yang baik atau niatnya biasa-biasa saja. Khalwat bukan saja dengan duduk berduaan akan tetapi berbual-bual melalui  telepon di luar keperluan syar'i juga dikira berkhalwat. Karena mereka sepi dari kehadiran orang lain, meskipun fisikal mereka tidak berada dalam satu tempat. Namun melalui telepon mereka lebih bebas membicarakan apa saja selama berjam-jam tanpa merasa dikawal oleh orang lain.
Dan haram juga ialah perkara-perkara syahwat yang membangkitkan hawa nafsu contohnya yang berlaku pada kebanyakkan muda-mudi atau remaja-remaja sekarang dimana sms atau email atau Facebook atau seumpamanya menjadi alat untuk memadu kasih yang memuaskan nafsu di antara pasangan dan masing-masing melunaskan keinginan dan kemauan semata-mata. Membincangkan perkara-perkara lucu lebih-lebih lagi hukumnya adalah haram. Dengan kata lain maka itu diperbolehkan sesuai keperluan. Tentunya dengan syarat-syarat yang sudah kita jelaskan di atas. Di sinilah menuntut kejujuran kita kpd Allah SWT dalam  mengukur sejauhmana urusan kita itu dan satu keperluan atau mengikut nafsu semata-mata. Dan kejujuran itu pula bergantung sejauhmana iman kita kepada Allah SWT. Jika muraqabatillah kita kuat (yakni merasa diri senantiasa dalam pandangan Allah), maka itu yang akan menjadi pengawal kita. Jika tidak maka kita akan hanyut bersama orang-orang yang terpedaya dengan teknologi modern ini.

Dalam hal ini yang merupakan objek khalwat paling utama terdapat pada posisi wanita. Karena melalui media komunikasi manusia dapat mengaplikasikan dirinya semaunya tanpa memandang etika, norma, dan agama.
Internet adalah media yang berkembang dan sangat baik untuk digunakan. Dengan internet kebutuhan manusia dapat terlaksana dengan mudah dan praktis. Akan tetapi tergantung kepada kita apabila kita tak dapat menggunakan dengan baik maka akan terjerumus ke dalam hal yang tidak baik.















BAB III
PENUTUP

E.     Kesimpulan
Sebagai warga Negara yang berkembang hendaknya kita dapat menggunakan ilmu, dan  tekhnologi dengan baik. Diperlukan adanya perhatian yang lebih terhadap diri pribadi menanggapi kemajuan tekhnologi saat ini. Karena khususnya komunikasi melalui tekhologi dapat merusak moral anak bangsa. Hal itu merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia, terutama sebagai warga Negara yang menganut ajaran Islam.
Berkomunikasi antar manusia sangatlah urgent dalam keberlangsungan hidup manusia. Akan tetapi sebagai muslim hendaknya berkomunikasi sesuai dengan norma dan ajaran Islam. Karena seringkali melalui media komunikasi manusia lupa terhadap ajaran agama yang dianutnya sehingga mereka bertingkah semaunya tanpa melihat dan menyesuaikan status pribadinya sebagai muslim. Oleh karena itu kita sebagai umat Islam seharusnya mengerti dalam menggunakan media komunikasi apapun, sesuai dengan norma dan aturan yang telah ditetapkan dalam hukum syara’.










Bagan Pembahasan




                        
DAFTAR PUSTAKA

Al Mufashshal Fî Ahkâmil Mar’ah (3/ 422).
Al Mar’atul Muslimah Baina Ijtihâdil Fuqahâ’ wa Mumârasât Al Muslimîn hal. 111)
Ash Shahîhah no. 430
Dalam Syarah Shahîh Muslim (14/153)
Fathul Bari 9/332 karya Al Hafizh Ibnu Hajar dan Syarah Shahîh Muslim karya Imam An   Nawawi 14/154.
Syarah Shahîh Muslim 14/154.











[1]Al Mar’atul Muslimah Baina Ijtihâdil Fuqahâ’ wa Mumârasât Al Muslimîn hal. 111)

[2](Dishahihk an oleh Syaikh Al Albany dalam Ash Shahîhah no. 430)
[3]dalam Syarah Shahîh Muslim (14/153)
[4]Al Mufashshal Fî Ahkâmil Mar’ah (3/ 422).
[5]  tunduk di sini ialah berbicara dengan sikap yang menimbulkan keberanian orang bertindak yang tidak baik terhadap mereka.

[6]  yang dimaksud dengan dalam hati mereka ada penyakit ialah: orang yang mempunyai niat berbuat serong dengan wanita, seperti melakukan zina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar